Pages

Saturday, November 27, 2010

Foto Jurnalistik




Pelepasan Pengungsi Bencana Merapi di Posko UMY

Foto jurnalistik atau foto berita identik dengan foto yang berkisah. Keberadaan karya foto jurnalistik selalu terkait dengan keberadaan surat kabar atau majalah yang tugas utamanya adalah untuk menyampaikan reportasa atas kejadian-kejadian atau fakta-fakta yang memiliki nilai berita. Dengan begitu maka foto jurnalistik harus mampu menjadi komplementer dari sebuah tulisan berita atau bahkan jika karya fotografi yang dibuat begitu kuat maka ia dapat menjadi subsitusi bagi sebuah laporan berita.

Sebuah foto jurnalistik pada hakekatnya haruslah sebuah foto yang mampu menarik perhatian khalayak ramai (publik), Seorang wartawan foto tidak boleh membuat foto jurnalistik yang dekedar menarik menurut diri pribadinya. Namun sebaliknya, pertimbangan utama yang harus digunakan untuk membuat foto jurnalistik adalah apa yang sekiranya akan menarik perhatian publik atau khalayak banyak. Setelah dapat menentukan kejadian apa yang sekiranya layak mendapatkan perhatian khalayak (sehingga layak untuk dijadikan sebagai obyek foto jurnalistik), barulah seorang fotografer jurnalistik memperhitungkan aspek-aspek khusus apa yang akan dimasukkan ke dalam foto sehingga bisa mencerminkan sentuhan khas dari sosoknya sebagai seorang fotografer.

Selain dari aspek obyek foto yang berupa kejadian-kejadian atau fakta-fakta yang bernilai berita, seorang fotografer jurnalistik juga harus mempertimbangkan isi fotonya agar sebisa mungkin mampu menginformasikan unsur 5W+1H (who, what, where, when, why, dan how). Foto jurnalistik harus menekankan pada tersampaikannya informasi pada khalayak. Terkait dengan penekanan tersebut maka seorang fotografer jurnalistik harus memegang teguh persoalan etika dalam membuat karya foto beritanya. Meskipun foto yang akan dibuatnya dimungkinkan secara legal formal, akan tetapi seorang fotografer jurnalistik harus menilai lagi dari sisi etika, "etiskah kalau saya memotret kejadian ini untuk diperlihatkan kepada khalayak?". Banyak kasus fotografer jurnalistik yang tidak mampu meredam rasa bersalahnya karena ketika membuat foto beritanya ia hanya fokus pada nilai berita dari kejadian yang di abadikannya. Foto yang mereka buat memang bisa menarik perhatian khalayak ramai dan berkisah banyak kepada khalayak. Akan tetapi karena lemahnya pertimbangan etika (atau mungkin pertimbangan etika kalah dengan pertimbangan kelangkaan kejadian yang di temui dan karenanya bernilai berita tinggi) maka kemudian hari, para fotografer tersebut merasa bersalah karena mereka merasa telah melakukan abuse atau memanfaatkan kesengsaraan orang lain untuk karir jurnalistiknya.
-gap-

2 comments:

  1. Foto menyusul... (lg kehabisan stok foto..hwee...)

    ReplyDelete
  2. get your free listing here.. http://blog-directory-of.blogspot.com/

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya